Kamis, 22 Desember 2011

RESUSITASI PADA BAYI BARU LAHIR

BAB I 
PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang 
Masalah kesehatan ibu dan bayi terutama pada masa perinatal merupakan masalah nasional yang perlu mendapat prioritas utama, karena sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasmendatang. 1 angka kematian perinatal pada tahun 1984 adalah 45 /1000 kelahiran ,1994 adalah 36/1000 kelahiran sedangkan di rumah sakit besar dan rujukan dapat lebih tinggi lagi .Penyebab utama kematian adalah aspiksia, komplikasi BBLR, tetanus neonatorum, dan trauma kelahiran terutama di negara berkembang .Dengan pemeriksaan prenatal care yang baik ,hanya lebih kurang 5% bayi baru lahir memerlukan pertolongan resusitasi dan ¼ diantaranya memerlukan intubasi. 

Angka kematian perinatal di Indonesia masih cukup tinggi, yaitu 40 per 1000 kelahiran hidup. Banyak faktor yang mempengaruhi angka tersebut, antara lain penyakit dan perkembangan kesehatan ibu dan janin serta semua hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan baik langsung maupun tidak langsung. 

Resusitasi diperlukan oleh neonatus yang dalam beberapa menit pertama kehidupannya tidak dapat mengadakan ventilasi efektif dan perfusi adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigenasi dan eliminasi karbondioksida, atau bila sistem kardiovaskular tidak cukup dapat memberi perfusi secara efektif kepada susunan saraf pusat, jantung dan organ vital lain. (Gregory, 1975)

I.2. Tujuan 
Memahami apa itu resusitasi dan bagaimana prosedur resusitasi neonatus sebagai upaya menatalaksana neonatus yang tidak dapat bernafas secara spontan dan adekuat . Seorang bidan harus mampu menangani resusitasi baik pada bayi baru lahir maupun pada ibu . 

BAB II
PEMBAHASAN 

II.1. Pengertian Resusitasi 

Resusitasi ( respirasi artifisialis) adalah usaha untuk membantu bayi agar bisa bernafas secara spontan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi. 
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang adekuat (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002) . Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit). 

Apakah bayi baru lahir memerlukan resusitasi ? 
Kira-kira 10 % bayi baru lahir memerlukan bantuan untuk memulai pernafasan saat lahir,dan sekitar 1 % saja yang memerlukan resusitasi lengkap mulai dari pembersihan jalan nafas hingga pemberian obat – obatan darurat. 

II.2. Tujuan Pemberian Resusitasi 
Memberikan ventilasi yang adekuat. Pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup untuk menyalurkan oksigen kepada otak, jantung dan alat alat vital lainnya. 

II.3. ETIOLOGI
Penyebabnya karena terjadinya oksigenasi yang tidak efektif dan perfusi yang tidak adekuat pada neonatus dapat berlangsung sejak saat sebelum persalinan hingga masa persalinan.

II.4. FISIOLOGI
Waktu bayi lahir ,napas pertama terjadi karena rangsangan udara dingin, cahaya,perubahan biokomia darah dsb. Cairan yang ada pada paru-paru sebagian besar akan dikeluarkan pada saat bayi dilahirkan karena tekanan jalan lahir pada dinding thorak ( squeeze) dan sebagian kecil diserap oleh pembuluh darah kecil. Sirkulasi darah berubah dari sirkulasi janin ke sirkulasi dewasa. Pada saat bayi dilahirkan dan terjadi pernapasan alveoli yang padea saat belum lahir berisi air,akan berkembang dengan berisi udara. Aliran darah ke paru akan bertambah karena oksigen yang didapat bayi akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah paru .aliran darah balik paru ( venous return ) akan meningkat. Sehingga akibatnya akan terjadi aliran darah keluyar dari ventrikel kiri. Pada bayi baru lahir yang normal penutupan duktus arteriosus dan penurunan tahanan pembuluh darah paru akan berakibat penurunan tekanan arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Penurunan terendah terjadi 2 atau 3 hari post natal Kadang-kadang sampai lebih dari 7 hari post natal ( Behrman , 1992 ).

Ekspansi paru segera pada waktu lahir memerlukan tekanan ventilasi yang lebih tinggi dibandingkan pada tahap lainnya masa bayi. Kegagalan ekspansi ruang alveolar yang adekuat dapat terjadi pada hipoksemia dan asfiksia. Asfiksia menyebabkan hipoksia progresif, hiperkapnia, hipoperfusi dan asidosis. Konsekuensi dari hipoksia dan asidosis adalah vasokonstriksi paru, pembukaan duktus arteriosus, right-to-left shunting, disfungsi myokard, output jantung kurang, asidosis metabolik dan kerusakan sistem organ. Pada hipoksia janin, setelah beberapa kali napas dangkal pusat respirasi tidak dapat melanjutkan inisiasi pernapasan sehingga pernapasan berhenti. Hal ini disebut apnu primer. Sebagian besar neonatus dengan apnu primer merespon stimulasi saja. Jika hipoksia menetap, bayi mulai terengah. Periode antara engahan terakhir dan cardiac arrest disebut apnu skunder. Secara klinis, tidak mungkin membedakan apnu primer dan sekunder. Karenanya penting untuk menduga bayi apnu mengalami apnu sekunder. Penatalaksanaannya berupa bag and mask ventilation, kompresi dada, intubasi dan obat-obatan.

II.5. PATOFISIOLOGI

1) MASALAH PELAYANAN PERINATAL 
Sebagian besar kehamilan (65%) tidak mendapat pemeriksaan antenatal sedangkan persalinan umumnya (90%) masih ditolong oleh dukun. Kualitas pelayanan antenatal sesuai tingkat pelayanan masih belum memadai sehingga kehamilan risiko tinggi mungkin tidak mendapat pelayanan yang tepat.

2) PELAYANAN INTRANATAL 
Kematian terbesar terjadi pada saat intranatal, dan saat ini memang sangat kritis mengingat faktor yang berkaitan, yaitu penyakit ibu, plasenta dan janin. Penyakit ibu dapat lebih mudah diketahui, tetapi keadaan dan fungsi plasenta serta keadaan janin sulit diketahui. Gerakan janin mungkin dapat dipakai sebagai patokan kesejahteraan janin, walaupun mungkin sangat kasar. Besar janin dapat disebagai pertanda nutrisi janin masih adekuat tetapi suplai oksigen mungkin amat sukar untuk diketahui. Untuk itu maka pada pusat rujukan diperlukan alat bantu pemantau elektronik. Pengenalan dan kesadaran akan adanya faktor risiko merupakan awal dari proses rujukan. Rujukan yang tepat akan dapat mengurangi kematian perinatal.

3) PELAYANAN POSTNATAL 
Kehidupan dan kualitas bayi baru lahir amat ditentukan oleh pelayanan kebidanan. Sejak saat lahir bayi dapat mengalami cedera seperti trauma lahir, trauma dingin, renjatan, resusitasi yang tidak adekuat atau infeksi. Bayi dapat menderita renjatan, bradikardia yang tidak segera diatasi dan baru disadari bahwa bayi tersebut “sakit” dan timbul gangguan pernafasan. Bayi risiko tinggi memerlukan perawatan intensif, untuk itu pengenalan faktor risiko dan proses rujukan merupakan kunci keberhasilan usaha menurunkan kematian perinatal. Pemberian ASI telah terbukti dapat mengurangi angka kesakitan akibat infeksi. Untuk itu perlu ditingkatkan terus usaha promosi ASI dan byi baru lahir yang memerlukan resusitasi adalah program rawat gabung. 

II.6. FAKTOR RESIKO 
Faktor resiko yang berkaitan dengan kebutuhan tindakan resusitasi neonatus: 

Faktor antepartum 

1. Diabetes maternal 

2. Hipertensi dalam kehamilan 

3. Hipertensi kronik 

4. Anemia atau isoimunisasi 

5. Riwayat kematian janin dan neonatus 

6. Perdarahan pada trimester dua dan tiga 

7. Infeksi maternal 

8. Ibu dengan penyakit jantung, ginjal,para tyroid, ataun kelainan neurologi 

9. Polihydromion 

10. Oligohydromion 

11. Ketuban pecah dini 

12. Kehamilan lewat waktu 

13. Kehamilan ganda 

14. Berat janin tidak sesuai masa kehamilan 

15. Terapi obat-obatan seperti karbonatilium,magnesium, B bloker 

16. Ibu pengguna obat-obat bius 

17. Malformasi janin 

18. Berkurangnya gerakan janin 

19. Tanpa pemerikswaan antenatal 

20. Usia < 16 dan > 35 

Faktor intrapartum 

1. Operasi saesar darurat 

2. Kelahiran dengan ekstraksi vakum 

3. Letak sungsang atau presentasi abnormal 

4. Kelahiran kurang bulan 

5. Persalinan presipitatus 

6. KPD ( >18 jam sebelum persalinan 

7. Partus lama (> 24 jam ) 

8. Kala 2 lama ( >2 jam ) 

9. Bradikardi janin 

10. Frekuensi jantung janin yang tidak beraturan 

11. Pengguna anestesi umum 

12. Tetani uterus 

13. Penggunaan obat narkotik dalam 4 jam / kurang sebelum persalinan 

14. Air ketuban hijau kental bercampur mekoneum 

15. Prolaps tali pusat 

16. Solutio placenta 

17. Solutio plasenta 

18. Plasenta previa 

II.7. MANIFESTASI KLINIK 
Gejala umum yang terjadi pada bayi baru lahir yang memerlukan tindakan resusitasi adalah bayi yang baru lahir namun tidak mampu untuk menghirup oksigen dengan adekuat dengan tanda dan gejala : Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon terhadap refleks rangsangan. 

II.8. TANDA – TANDA RESUSITASI PERLU DILAKUKAN 
1. Pernafasan : Apabila penilaian pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau bahwa pernafasan tidak adekuat. Lihat gerakan dada naik turun, frekuensi dan dalamnya pernafasan selama 1 menit. Nafas tersengal-sengal berarti nafas tidak efektif dan perlu tindakan, misalnya apneu. Jika pernafasan telah efektif yaitu pada bayi normal biasanya 30 – 50 x/menit dan menangis, kita melangkah ke penilaian selanjutnya. 

2. Denyut jantung – frekuensi : Apabila penilaian denyut jantung menunjukkan bahwa denyut jantung bayi tidak teratur. Frekuensi denyut jantung harus > 100 per menit. Cara yang termudah dan cepat adalah dengan menggunakan stetoskop atau meraba denyut tali pusat. Meraba arteria mempunyai keuntungan karena dapat memantau frekuensi denyut jantung secara terus menerus, dihitung selama 6 detik (hasilnya dikalikan 10 = frekuensi denyut jantung selama 1 menit) Hasil penilaian : 
· Apabila frekuensi>100x / menit dan bayi bernafas spontan, dilanjutkan dengan menilai warna kulit. 
· Apabila frekuensi < 100x / menit walaupun bayi bernafas spontan menjadi indikasi untuk dilakukan VTP (Ventilasi Tekanan Positif). 

3. Warna Kulit : Apabila penilaian warna kulit menunjukkan bahwa warna kulit bayi pucat atau bisa sampai sianosis. Setelah pernafasan dan frekuensi jantung baik, seharusnya kulit menjadi kemerahan. Jika masih ada sianosis central, oksigen tetap diberikan. Bila terdapat sianosis purifier, oksigen tidak perlu diberikan, disebabkan karena peredaran darah yang masih lamban, antara lain karena suhu ruang bersalin yang dingin. 

II.9. PERSIAPAN RESUSITASI BAYI BARU LAHIR 
Di dalam setiap persalinan, penolong harus selalu siap melakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir. Kesiapan untuk bertindak dapat menghindarkan kehilangan waktu yang sangat berharga bagi upaya pertolongan. Walaupun hanya beberapa menit tidak bernapas, bayi baru lahir dapat mengalami kerusakan otak yang berat atau meninggal. 
1. Persiapan Keluarga 
Sebelum menolong persalinan, bicarakan dengan keluarga mengenai kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi pada ibu dan bayinya serta persiapan yang dilakukan oleh penolong untuk membantu kelancaran persalinan dan melakukan tindakan yang diperlukan. 

2. Persiapan Tempat Resusitasi 
Persiapan yang diperlukan meliputi ruang bersalin dan tempat resusitasi. Gunakan ruangan yang hangat dan terang. Tempat resusitasi hendaknya rata, keras, bersih dan kering, misalnya meja, dipan atau di atas lantai beralas tikar. Kondisi yang rata diperlukan untuk mengatur posisi kepala bayi. Tempat resusitasi sebaiknya di dekat sumber pemanas (misalnya; lampu sorot) dan tidak banyak tiupan angin (jendela atau pintu yang terbuka). Biasanya digunakan lampu sorot atau bohlam berdaya 60 watt atau lampu gas minyak bumi (petromax). Nyalakan lampu menjelang kelahiran bayi. 

3. Persiapan Alat Resusitasi 
Sebelum menolong persalinan, selain peralatan persalinan, siapkan juga alat-alat resusitasi dalam keadaan siap pakai, yaitu: 
a) 2 helai kain/handuk 
b) Bahan ganjal bahu bayi. Bahan ganjal dapat berupa kain, kaos, selendang, handuk kecil, digulung setinggi 5 cm dan mudah disesuaikan untuk mengatur posisi kepala bayi. 
c) Alat pengisap lendir DeLee atau bola karet 
d) Tabung dan sungkup atau balon dan sungkup neonatal 
e) Kotak alat resusitasi. 
f) Jam atau pencatat waktu 

II.10. PENATALAKSANAAN 

Kondisi yang memerlukan resusitasi : 
1) Sumbatan jalan napas akibat lendir / darah / mekonium, atau akibat lidah yang jatuh ke posterior. 
2) Kondisi depresi pernapasan akibat obat-obatan yang diberikan kepada ibu misalnya obat anestetik, analgetik lokal, narkotik, diazepam, magnesium sulfat, dan sebagainya . 
3) Kerusakan neurologis. 
4) Kelainan / kerusakan saluran napas atau kardiovaskular atau susunan saraf pusat, dan / atau kelainan-kelainan kongenital yang dapat menyebabkan gangguan pernapasan / sirkulasi. 
5) Syok hipovolemik misalnya akibat kompresi tali pusat atau perdarahan. 

Resusitasi lebih penting diperlukan pada menit-menit pertama kehidupan. Jika terlambat, bisa berpengaruh buruk bagi kualitas hidup individu selanjutnya. 

Penting untuk resusitasi yang efektif : 
1) Tenaga yang terampil, tim kerja yang baik. 
2) Pemahaman tentang fisiologi dasar pernapasan, kardiovaskular, serta proses asfiksia yang progresif. 
3) Kemampuan / alat pengaturan suhu, ventilasi, monitoring. 
4) Obat-obatan dan cairan yang diperlukan. 

II.11. LANGKAH-LANGKAH RESUSITASI BBL 

Sebelum bayi lahir, harus mengetahui informasi: 
1.Bayi cukup bulan atau tidak? 
2. Air ketuban bercampur mekonium atau tidak? 

Setelah bayi lahir, lakukan penilaian: 
1. Bernafas atau menangis? 
2. Tonus otot baik? 

Bila hasil penilaian baik, yaitu bayi cukup bulan, air ketuban tidak bercampur mekonium, bayi menangis, tnus otot baik. Maka lakukan PERAWATAN RUTIN yaitu Beri kehangatan, Bersihkan jalan nafas, Mengeringkan bayi 

Bila hasil penilaian tidak baik, maka lakukan : 

A. AIRWAY (LANGKAH AWAL) dilakukan 30 detik . 
1) Jaga bayi tetap hangat à Selimuti bayi dengan kain, pindahkan bayi ke tempat resusitasi. 
2) Atur posisi bayi à Baringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong. Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi. Posisi semi ekstensi yaitu hidung dan mulut dalam satu garis lurus. 
3) Isap lendir à Gunakan alat pengisap lendir DeLee atau bola karet. 
- Pertama, isap lendir di dalam mulut, kemudian baru isap lendir di hidung. 
- Hisap lendir sambil menarik keluar pengisap (bukan pada saat memasukkan). 
- Bila menggunakan pengisap lendir DeLee, jangan memasukkan ujung pengisap terlalu dalam (lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam hidung) karena dapat menyebabkan denyut jantung bayi melambat atau henti napas bayi. 
                                                             Contoh alat penghisap lendir 

4) Keringkan dan Rangsang taktil. 
- Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini dapat memulai pernapasan bayi atau bernapas lebih baik. 
- Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di bawah ini: 
- Menepuk atau menyentil telapak kaki. 
- Menggosok punggung, perut, dada atau tungkai bayi dengan telapak tangan 

Rangsangan yang kasar, keras atau terus menerus, tidak akan banyak menolong dan malahan dapat membahayakan bayi. 

5) Reposisi. 
a. Ganti kain yang telah basah dengan kain bersih dan kering yang baru (disiapkan). 
b. Selimuti bayi dengan kain tersebut, jangan tutupi bagian muka dan dada agar pemantauan pernapasan bayi dapat diteruskan. 
c. Atur kembali posisi terbaik kepala bayi (sedikit ekstensi). Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur. 

6) Lakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, megap-megap atau tidak bernapas. Lakukan evaluasi meliputi: 
1. Pernapasan 
2. Frekuensi jantung 
3. Warna kulit 

Bila bayi bernafas, Frekuensi > 100x/menit maka PERAWATAN SUPORTIF . 

B. BREATHING (VTP) 
Bila Frekuensi < 100x/menit /APNUE VTP (Ventilasi Tekanan Positif) 
Ventilasi adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur. 

1. Pasang sungkup, perhatikan lekatan. 
Pasang dan pegang sungkup agar menutupi mulut dan hidung bayi. 

2. Ventilasi 2 kali dengan tekanan 30 cm air, amati gerakan dada bayi. 
Ventilasi percobaan (2 kali) Lakukan tiupan udara dengan tekanan 30 cm air. Tiupan awal ini sangat penting untuk membuka alveloli paru agar bayi bisa mulai bernapas dan sekaligus menguji apakah jalan napas terbuka atau bebas. 

Lihat apakah dada bayi mengembang, Bila tidak mengembang : 
· Periksa posisi kepala, pastikan posisinya sudah benar. 
· Periksa pemasangan sungkup dan pastikan tidak terjadi kebocoran. 

Bila dada mengembang lakukan tahap berikutnya : 
· Bila dada bayi mengembang, lakukan ventilasi 20 kali dengan tekanan 20 cm air dalam 30 detik. 
· Penilaian apakah bayi menangis atau bernapas spontan dan teratur? 

Kecukupan ventilasi dinilai dengan memperhatikan gerakan dinding dada dan auskultasi bunyi napas. 

Bila bayi bernafas, Frekuensi > 100x/menit, kemerahan PERAWATAN LANJUT 

C. CIRCULATION 

Apabila setelah dilakukan VTP, Frekuensi < 60x/menit VTP dan kompresi dada 
Kompresi Dada 
Kompresi dinding dada dapat dilakukan dengan melingkari dinding dada dengan kedua tangan dan menggunakan ibu jari untuk menekan sternum atau dengan menahan punggung bayi dengan satu tangan dan menggunakan ujung dari jari telunjuk dan jari tengah dari tangan yang lain untuk menekan sternum. 

1. Tehnik penekanan dengan ibu jari lebih banyak dipilih karena kontrol kedalaman penekanan lebih baik. 
2. Tekanan diberikan di bagian bawah dari sternum dengan kedalaman ± 1,5 cm dan dengan frekuensi 90x/menit. 
3. Dalam 3x penekanan dinding dada dilakukan 1x ventilasi sehingga didapatkan 30x ventilasi per menit. Perbandingan kompresi dinding dada dengan ventilasi yang dianjurkan adalah 3 : 1. 
4. Evaluasi denyut jantung dan warna kulit tiap 30 detik. Bayi yang tidak berespon, kemungkinan yang terjadi adalah bantuan ventilasinya tidak adekuat, karena itu adalah penting untuk menilai ventilasi dari bayi secara konstan. 

D. DRUG 
Bila Frekuensi < 60x/menit, berikan EPINEPRIN 

AIR KETUBAN BERCAMPUR MEKONIUM ? 
Bila tidak terdapat mekonium Lakukan LANGKAH AWAL 

Bila air ketuban bercampur mekonium, lakukan penilaian bayi bugar atau tidak : 
1. Usaha nafas baik 
2. Tonus otot baik 
3. Frekuensi > 100x/menit 

Bila bayi bugar LANGKAH AWAL , Bila bayi tidak bugar penghisapan mulut dan trachea LANGKAH AWAL. 

II.12. ASUHAN PASCA RESUSITASI 
Asuhan pascaresusitasi diberikan sesuai dengan keadaan bayi setelah menerima tindakan resusitasi. Asuhan pascaresusitasi dilakukan pada keadaan: 
1. Resusitasi berhasil  : Resusitasi berhasil bila pernapasan bayi teratur, warna kulitnya kembali normal yang kemudian diikuti dengan perbaikan tonus otot atau bergerak aktif. Lanjutkan dengan asuhan berikutnya. 
Konseling : 
1. Jelaskan pada ibu dan keluarganya tentang hasil resusitasi yang telah dilakukan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan. 
2.  Ajarkan ibu cara menilai pernapasan dan menjaga kehangatan tubuh bayi. Bila ditemukan kelainan, segera hubungi penolong. 
3. Anjurkan ibu segera memberi ASI kepada bayinya. Bayi dengan gangguan pernapasan perlu banyak energi. Pemberian ASI segera, dapat memasok energi yang dibutuhkan. 
4. Anjurkan ibu untuk menjaga kehangatan tubuh bayi (asuhan dengan metode Kangguru). 
5. Jelaskan pada ibu dan keluarganya untuk mengenali tanda-tanda bahaya bayi baru lahir dan bagaimana memperoleh pertolongan segera bila terlihat tanda-tanda tersebut pada bayi. 

Lakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk: 
· Anjurkan ibu menyusukan sambil membelai bayinya 
· Berikan Vitamin K, antibiotik salep mata, imunisasi hepatitis B 

Lakukan pemantuan seksama terhadap bayi pasca resusitasi selama 2 jam pertama : 

Perhatikan tanda-tanda kesulitan bernapas pada bayi : 
1. Tarikan interkostal, napas megap-megap, frekuensi napas >< 60 x per menit. 
2. Bayi kebiruan atau pucat. 
3. Bayi lemas. 
4. Pantau juga bayi yang tampak pucat walaupun tampak bernapas normal. 
Jagalah agar bayi tetap hangat dan kering. 
Tunda memandikan bayi hingga 6 – 24 jam setelah lahir (perhatikan temperatur tubuh telah normal dan stabil). 

2. Bayi perlu rujukan : Bila bayi pascaresusitasi kondisinya memburuk, segera rujuk ke fasilitas rujukan. 

Tanda-tanda Bayi yang memerlukan rujukan sesudah resusitasi : 
1) Frekuensi pernapasan kurang dari 30 kali per menit atau lebih dari 60 kali per menit 
2) Adanya retraksi (tarikan) interkostal 
3) Bayi merintih (bising napas ekspirasi) atau megap- megap (bising napas inspirasi) 
4) Tubuh bayi pucat atau kebiruan 
5) Bayi lemas 
Konseling : 
1, Jelaskan pada ibu dan keluarga bahwa bayinya perlu dirujuk. Bayi dirujuk bersama ibunya dan didampingi oleh bidan. Jawab setiap pertanyaan yang diajukan ibu atau keluarganya. 
2. Minta keluarga untuk menyiapkan sarana transportasi secepatnya. Suami atau salah seorang anggota keluarga juga diminta untuk menemani ibu dan bayi selama perjalanan rujukan. 
3. Beritahukan (bila mungkin) ke tempat rujukan yang dituju tentang kondisi bayi dan perkiraan waktu tiba. Beritahukan juga ibu baru melahirkan bayi yang sedang dirujuk. 
4. Bawa peralatan resusitasi dan perlengkapan lain yang diperlukan selama perjalan ke tempat rujukan 

Asuhan bayi baru lahir yang dirujuk : 
1. Periksa keadaan bayi selama perjalanan (pernapasan, warna kulit, suhu tubuh) dan catatan medik. 
2. Jaga bayi tetap hangat selama perjalanan, tutup kepala bayi dan bayi dalam posisi “Metode Kangguru” dengan ibunya. Selimuti ibu bersama bayi dalam satu selimut. 
3. Lindungi bayi dari sinar matahari. 
4. Jelaskan kepada ibu bahwa sebaiknya memberi ASI segera kepada bayinya, kecuali pada keadaan gangguan napas, dan kontraindikasi lainnya 

Asuhan lanjutan : 
Merencanakan asuhan lanjutan sesudah bayi pulang dari tempat rujukkan akan sangat membantu pelaksanaan asuhan yang diperlukan oleh ibu dan bayinya sehingga apabila kemudian timbul masalah maka hal tersebut dapat dikenali sejak dini dan kesehatan bayi tetap terjaga. 

3. Resusitasi tidak berhasil : Bila bayi gagal bernapas setelah 20 menit tindakan resusitasi dilakukan maka hentikan upaya tersebut. Biasanya bayi akan mengalami gangguan yang berat pada susunan syaraf pusat dan kemudian meninggal. Ibu dan keluarga memerlukan dukungan moral. 


BAB III 
PENUTUP 

III.1. Kesimpulan 
Di seluruh dunia , lebih dari 1 juta bayi pertahun akan membaik melalui penggunaan teknik program resusitasi neonatus. Hampir semua bayi sehat 10 % memerlukan sebagian tindakan resusitasi . 1 % memerlukan resusitasi lengkap untuk mempertahankan kehidupannya. Paru-paru janin berkembang didalam kandungan ,tetapi alveoli masih terisi cairan. Pembuluh darah paru janin masih kontriksi sehingga darah untuk perfusi paru dipompakan dari arteri pulmonalis melalui duktus arteriosus ke aorta .Saat lahir , cairan dalam alveoli diserap jaringan paru dan diganti dengan udara. Masuknya oksigen sesaat lahir , akan menyebabkan relaksasi arteri pulmonalis akan meningkat secara dramatis . darah akan menyerap oksigen dari udara ke alveoli dan darah yang kaya oksigen akan diedarkan ke seluruh tubuh bayi. 

Kekuranggan oksigen pada paru-paru janin akan mengakibatkan kontriksi arteri pulmonal dan menghambat aliran darah arterial dalam oksigen . Pada awalnya aliran darah ke usus, ginjal, otot, dan kulit akan berkurang, akan tetapi aliran darah ke jantung dan otak tetap dipertahankan . kekuranggan oksigen yang berlanjut akan mengakibatkan kerusakan otak, kerusakan organ lain , atau kematian. Pada saat janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen akan terjadi pernapasan yang cepat dan diikuti dan diikuti oleh apnue primer. Apnu primer akan dapat diatasi dengan rangsangan taktil. Jika oksigen tetap berlangsung akan terjadi apnu sekunder Frekuensi jantung akan berkurang ,tekanan darah juga akan menurun. Apnu sekunder tidak dapat diatasi dengan pemberian rangsangn, akan tetapi harus diberikan bantuan ventilasi. 

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan tindakan kritis yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Tenaga kesehatan harus dapat membuat keputusan yang tepat pada saat kritis. (Hudak dan Gallo, 1997).

III.2. Saran 
1. Tenaga kesehatan harus dapat mengetahui tanda dan gejala secara dini agar dapat melakukan penanganan segera 
2. Dengan asuhan kebidanan yang diberikan, diharapkan dapat memberi gambaran pengalaman bahwa segera akan memberikan damapak yang tidak merugikan untuk di masa yang akan datang . 
3. Meningkatkan upaya-upaya untuk KIA, Promotif, preventive, kuratif, dan rehabilitatif, kepada masyarakat, sehingga ikut berperan serta dalam upaya menurunkan Angka Kematian Bayi.


DAFTAR PUSTAKA

Modul APN, 2007
Chapman,vicky,2006,Asuhan Kebidanan persalinan & kelahiran,EGC,Jakarta.
Prawirohardjo,Sarwono,2009,ilmu kebidanan,Bina pustaka,Jakarta.
http://referensikedokteran.blogspot.com/2010/07/resusitasi-pada-neonatus.html http://bidanshop.blogspot.com/2010/02/resusitasi-bayi-baru-lahir.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar